20 September 2016, Wima (Unika Widya Mandala) Madiun memasuki usia kelima puluh enam. Usia cukup matang untuk manusia dan usia cukup dewasa bagi sebuah perguruan tinggi. Ada banyak hal yang bisa dijadikan sebagai bahan refleksi bagi civitas akademika yang bernaung di bawahnya.
Awal berdirinya Unika Widya Mandala Madiun tidak bisa dilepaskan dari perkembangan bangsa Indonesia dan peran gereja Katolik dalam mewujudnya 100 % Katolik 100% Indonesia. Pendirian perguruan tinggi Katolik Indonesia merupakan wujud keprihatinan gereja Katolik dalam menanggapi gencarnya arus komunisme di Indonesia. Salah satu cara membendung komunisme yang paling fundamental adalah melalui pendidikan. Rakyat yang cerdas dan terpelajar memiliki daya tangkal yang tangguh dalam mengikis bahaya komunisme.
Pendirian universitas Katolik di Indonesia pertama dan hamper bersamaan adalah empat perguruan tinggi, yaitu (1) Universitas Katolik Atma Jaya Indonesia (Jakarta), (2) Universitas Parahiyangan Bandung, (3) Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, dan (4) Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. Melihat sejarah pendirian ini, Unika Widya Mandala Madiun harus merasa bangga, bahwa kota kecil Madiun, dibandingkan dengan Jakarta, Bandung, dan Jogjakarta, ikut menorehkan sejarah awal pendidikan tinggi di Indonesia. Ke-waskita-an, sidik ing paningal, ngerti sadurunge winarah, para tokoh gereja ini, khususnya kepedulian terhadap kaum terpinggirkan dan tersingkir (option for the poor) dan kebutuhan guru bagi lembaga pendidikan Katolik, maka dibukalah dua program studi Bimbingan dan Konseling yang dipelopori oleh Romo Prof. Dr. Jansen CM dan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dirintis oleh Suster Dra. Dionysia Michel, OSU yang bertempat di Susteran Ursulin jalan Wilis Madiun (sekarang jalan Ahmad Yani).
Penamaan Unika Widya Mandala mengalami perubahan beberapa kali, mulai dari Universitas Katolik Widya Mandala Madiun, Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Widya Mandala, kemudian bergabung (merger) bersama Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STBA) Widya Mandala, dan Sekolah Tinggi Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (STMIPA) Widya Mandala kembali menyandang nama Universitas Katolik Widya Mandala Madiun.
Dalam perkembangannya, Unika Widya Mandala Madiun dengan visi menjadi universitas Katolik yang professional, tangguh, dan humanis dengan semangat non scholae sed vitae discimus dalam menyelenggarakan pendidikan tinggi berkomitmen mendukung visi Kemenristekdikti dalam mewujudkan perguruan tinggi yang bermutu serta kemampuan ipteks dan inovasi dalam mendukung daya saing bangsa, termasuk dengan menerapkan kurikulum berbasis KKNI. Selain itu darma perguruan tinggi penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dirancang dengan Rencana Induk Penelitian dan Rencana Strategis Pengabdian kepada Masyarakat dengan menyinergikan ketiga darma perguruan tinggi.
Unika Widya Mandala Madiun terdiri atas enam fakultas dengan sepuluh program studi, yaitu (1) Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) dengan program studi (a) Bimbingan dan Konseling, (b) Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan (c) Pendidikan Matematika, (2) Fakultas Sastra dengan program studi Sastra Inggris, (3) Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) dengan program studi Biologi dan D-3 Farmasi, (4) Fakultas Teknik dengan program studi Teknik Industri, (5) Fakultas Ekonomi dan Bisnis dengan program studi (a) Manajemen dan (b) Akuntansi, dan (6) Fakultas Psikologi dengan program studi Psikologi.
Dalam mengembang pendidikan tinggi dengan semangat non scholae sed vitae dicimus (‘belajar bukan sekadar mencari ilmu, melainkan untuk kehidupan’) sungguh mendukung pendidikan karakter. Dengan softskill yang dikembangkan: jujur, peduli, antusias, tangguh, dan reflekfif, Unika Widya Mandala berusaha dengan “agak” melawan arus dengan “mempersulit” mahasiswa untuk curang dalam ujian dan ketat dalam disiplin belajar. Unika Widya Mandala Madiun tidak ingin bangsa ini hancur karena kelemahan universitas. Seperti yang viral akhir-akhir ini di media sosial bahwa di sebuah perguruan tinggi di Afrika menuliskan “Untuk menghancurkan sebuah bangsa tidak perlu dengan bom, roket, atau senjata berat, tapi cukup dengan mempermudah mahasiswa berbuat curang dalam ujian dan longgar dalam disiplin belajar”.
Sebagai rasa syukur dan bahan refleksi pada 21 Desember 2016. Unika Widya Mandala Madiun “nanggap wayang” dengan lakon “Wahyu Cakraningrat”. Lakon ini mengisahkan manjing-nya atau sejiwanya wahyu, berkat, atau karunia Illahi dalam diri seorang kesatria terpilih dengan syarat; (1) mampu menjadi contoh yang baik, (2) berpegang pada kejujuran, (3) mampu memberi keteladanan, (4) mampu memberi rasa tereram bagi rakyatnya, (5) menyayangi rakyatnya, (6) mempunya perilaku amanah, (7) mampu merekatkan perbedaan: latar belakang, ras, agama, jenis kelamin, budaya, dan (8) peduli sesama dan lingkungan. Perebutan Wahyu Cakraningrat oleh tiga kesatria Raden Lesmana Mandrakumara, Raden Samba, dan Raden Angkawijaya ini dimenangkan oleh Raden Angkawijaya. Wahyu Cakraningkat yang sebetulnya sudah diterima oleh Raden Lesmana Mandrakumara bisa oncat karena sombong dan gila hormat, kemudian beralih kepada Raden Samba, karena marah dan tidak adil, juga meninggalkannya. Akhirnya wahyu Cakraningrat manjing dalam diri Raden Angkawijaya atau Raden Abimanyu, karena sikap jujur, rendah hati, peduli, mengayomi, dan melayani. Pemimpin seperti inilah yang tidak akan koncatan wahyu.
Unika Widya Mandala sebagai “mandala pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni” semoga mampu menghasilkan lulusan yang berkarakter, generasi penerus yang sangat dibutuhkan agar bangsa ini tetap bersatu padu dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semoga Unika Widya Mandala mampu menjadi wadah berkembangnya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni yang dinaungi Wahyu Cakraningrat. Marilah kita bertapa dan berefleksi bersama agar Wahyu Cakraningrat tidak oncat dan kampus kita. Profesiat Unika Widya Mandala Madiun. (Agnes Adhani) Foto